Advertisement
Setelah kedatangan sekutu ke Indonesia dalam rangka mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang, ternyata diikuti oleh Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia, maka rakyat Indonesia di berbagai daerah mengangkat senjata untuk mempertahankan kemerdekaan. Dibawah ini saya rangkumkan beberapa bentuk perjuangan bersenjata di berbagai daerah yang skalanya tidak terlalu besar, sedangkan yang sekalanya besar seperti ( Pertempuaran Surabaya, Agresi militer belanda, Serangan Umum ) akan saya posting tersendiri. Beberapa perjuangan bersenjata dalam rangka mempertahankan kemerdekaan tersebut adalah sebagai berikut.
Insiden bendera di Surabaya
Pada tanggal 19 September 1945, di Surabaya terjadi insiden
bendera. Insiden ini berpangkal pada tindakan beberapa orang Belanda yang
mengibarkan bendera merah putih biru di atas Hotel Yamato di jalan Tunjungan.
Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan rakyat. Mereka menyerbu hotel dan
menurunkan bendera Belanda tersebut. Bagian yang berwarna biru dirobek. Mereka
mengibarkannya kembali sebagai bendera merah putih.
Pertempuran lima hari di Semarang
Pertempuran di Semarang dipicu peristiwa yang terjadi pada
tanggal 14 Oktober 1945. Pada waktu itu, kira-kira 400 orang veteran AL Jepang yang
akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata
memberontak sewaktu mereka dipindahkan ke Semarang. Mereka menyerang polisi
Indonesia yang mengawal mereka. Mereka melarikan diri dan bergabung dengan Kidobutai
di Jatingaleh. Kidobutai adalah sebuah batalyon Jepang di bawah pimpinan Mayor
Kido. Mereka bergerak melakukan perlawanan dengan alasan mencari dan
menyelamatkan orang-orang Jepang yang tertawan. Situasi bertambah panas dengan
adanya desas-desus bahwa cadangan air minum di Candi telah diracuni. Pihak
Jepang memperuncing keadaan karena melucuti delapan orang polisi Indonesia yang
menjaga tempat tersebut. Alasannya untuk menghindarkan peracunan cadangan air
minum itu. Pertempuran mulai pecah pada dini hari tanggal 15 Oktober 1945. Untuk
mengenang pertempuran di Semarang, maka di Simpang Lima didirikan Monumen
Perjuangan Tugu Muda.
Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 9 Oktober 1945, pasukan Sekutu yang diboncengi
serdadu Belanda dan NICA di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly
mendarat di kota Medan. Sebelumnya, Belanda sudah mendaratkan suatu kelompok
komando yang dipimpin oleh Westerling. Reaksi awal para pemuda atas kedatangan
Sekutu tersebut adalah membentuk TKR di Medan. Tanggal 13 Oktober 1945 terjadi
pertempuran pertama antara para pemuda dan pasukan Sekutu. Pada tanggal 1
Desember 1945, AFNEI memasang sejumlah papan bertuliskan Fixed Boundaries Medan
Area (Batas Resmi Wilayah Medan) di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Papan
nama itulah yang membuat pertempuran di Medan dan sekitarnya dikenal sebagai
Pertempuran Medan Area.
Pertempuran di Jakarta
Sama seperti yang terjadi di Bandung, orangorang NICA dan
KNIL terus melakukan provokasi-provokasi bersenjata sehingga memancing
kemarahan masyarakat. Orang-orang KNIL sendiri dimanfaatkan oleh NICA demi
kepentingan Belanda dengan cara mempersenjatai mereka. Keadaan di Jakarta pun
menjadi kacau dan sulit dikendalikan. Tentara Belanda kian merajalela. Sementara itu, pendaratan
pasukan marinir Belanda di Tanjung Priok pada tanggal 30 Desember 1945 membuat
keadaan menjadi tambah gawat. Mengingat situasi keamanan yang semakin memburuk di Jakarta,
Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 4 Januari 1946 pindah ke Yogyakarta, dan
kemudian ibukota Republik Indonesia pun turut pindah ke Yogyakarta
Peristiwa Merah Putih di Manado
Seperti di tempat-tempat lain, pasukan Sekutu yang mendarat
di Sulawesi Utara juga memboncengi orang-orang NICA. Rakyat Sulawesi Utara
bereaksi dengan membentuk Pasukan Pemuda Indonesia (PPI). PPI berencana menyerang pasukan
NICA. Akan tetapi, rencana tersebut bocor sehingga para pemimpin PPI ditangkap
dan dipenjarakan. Pada tanggal 14 Februari 1946, para pejuang PPI menyerbu
markas NICA di Teling. Mereka berhasil membebaskan pimpinan PPI dan menawan komandan
NICA beserta pasukannya. Selanjutnya, para pejuang merobek bendera merah putih
biru Belanda dan menjadikannya bendera merah putih. Bendera itu kemudian
dikibarkan di markas Belanda di Teling. Oleh karena itu peristiwa itu dikenal dengan
nama peristiwa merah putih di Manado.
Bandung lautan api
Pada bulan Oktober 1945, tentara Sekutu memasuki kota
Bandung. Tanggal 21 November 1945, tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum
pertama, agar kota Bandung bagian utara selambat-lambatnya pada tanggal 29 November
1945 dikosongkan oleh pihak Indonesia dengan alasan demi keamanan. Para pejuang
Republik Indonesia tidak mengindahkan ultimatum tersebut. Akibatnya sering
terjadi insiden antara pejuang Indonesia dan tentara Sekutu. Pada tanggal 23
Maret 1946, tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum untuk yang kedua kalinya. Kali ini para pejuang
diminta meninggalkan seluruh kota Bandung. Pihak pemerintah mengindahkan ultimatum ini.
Para pejuang sebelum meninggalkan kota Bandung melancarkan serangan umum ke
arah markas besar Sekutu dan berhasil membumihanguskan kota Bandung bagian
selatan.
Pertempuran Margarana
Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1946, Belanda mendaratkan kira-kira
2000 tentara di Bali. Belanda sedang mengusahakan berdirinya satu negara boneka
di wilayah Indonesia bagian timur. I Gusti Ngurah Rai dibujuk Belanda untuk
bekerja sama. Ajakan tersebut ditolak I Gusti Ngurah Rai. Pada tanggal 18
November 1946, I Gusti Ngurah Rai menyerang Belanda. Pasukan Ngurah Rai
berhasil mengusai Tabanan. Namun, karena kekuatan pasukan yang tidak seimbang
akhirnya pasukan Ngurah Rai dapat dikalahkan dalam pertempuran puputan (habis-habisan)
di Margarana, sebelah utara Tabanan. I Gusti Ngurah Rai gugur bersama anak
buahnya. Gugurnya I Gusti Ngurah Rai melicinkan jalan bagi usaha Belanda untuk membentuk “Negara Indonesia Timur”.
Pertempuran lima hari di Palembang
Pasukan Sekutu mendarat di Palembang pada tanggal 12 Oktober
1945. Ketika meninggalkan kota Palembang, Sekutu menyerahkan kedudukannya
kepada Belanda. Pertempuran Belanda dan para pemuda meletus ketika Belanda
meminta para pemuda dan pejuang mengosongkan kota Palembang. Belanda mengajak berunding
dan melakukan gencatan senjata. Sementara perundingan berlangsung, pada tanggal
1 Januari 1947 pertempuran meletus kembali. Pertempuran berlangsung selama lima
hari lima malam. Seperlima bagian kota Palembang hancur. Pada tanggal 6 Januari
1947 dicapai persetujuan gencatan senjata antara Belanda dan Pemerintah Republik
Indonesia di Palembang.
0 Response to "Usaha mempertahankan kemerdekaan dengan perjuangan bersenjata"
Post a Comment