Advertisement
Mencari Dukungan
Internasional
Perjuangan mempertahan kemerdekaan dilakukan melalui
perjuangan fisik (perang) dan juga dengan perjuangan diplomasi (melalui
perundingan) dan mencari dukungan internasional. Perjuangan mencari dukungan
internasional dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan
langsung dilakukan dengan mengemukakan masalah Indonesia di hadapan sidang
Dewan Keamanan PBB. Tindakan tidak langsung dilakukan melalui pendekatan dan
hubungan baik dengan negara-negara yang akan mendukung Indonesia dalam sidang-sidang PBB. Negara-negara
yang mendukung Indonesia antara lain sebagai berikut :
- Australia bersedia menjadi anggota Komisi Tiga Negara. Australia juga mendesak Belanda agar menghentikan operasi militernya di Indonesia. Australia berperan dalam membentuk opini dunia internasional untuk mendukung Indonesia dalam sidang Dewan Keamanan PBB.
- India merupakan salah satu negara yang mengakui kedaulatan Indonesia dalam forum internasional. India juga mempelopori Konferensi Inter-Asia untuk mengumpulkan dukungan bagi Indonesia.
- Negara Mesir, Lebanon, Suriah, dan Saudi Arabia mengakui kedaulatan Indonesia. Pengakuan ini mempengaruhi pandangan internasional terhadap Indonesia.
Resolusi DK PBB (28 Januari 1949) Berkaitan dengan agresi
militer Belanda II, pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan
sebuah resolusi. Isi dari resolusi itu ialah sebagai berikut.
- Belanda harus menghentikan semua operasi militer dan pihak Republik Indonesia diminta untuk menghentikan aktivitas gerilya. Kedua pihak harus bekerja sama untuk mengadakan perdamaian kembali.
- Pembebasan dengan segera dan tidak bersyarat semua tahanan politik dalam daerah RI oleh Belanda sejak 19 Desember 1948.
- Belanda harus memberikan kesempatan kepada pemimpin RI untuk kembali ke Yogyakarta dengan segera. Kekuasaan RI di daerah-daerah RI menurut batas-batas Persetujuan Renville dikembalikan kepada RI.
- Perundingan-perundingan akan dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya dengan dasar Persetujuan Linggarjati, Persetujuan Renville, dan berdasarkan pembentukan suatu Pemerintah Interim Federal paling lambat tanggal 15 Maret 1949.
- Komisi Jasa-jasa Baik (KTN) berganti nama menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia (United Nation for Indonesia atau UNCI). UNCI bertugas untuk: (1) membantu melancarkan perundinganperundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah RI, (2) mengamati pemilihan, (3) mengajukan usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya penyelesaian.
Berunding dengan
Belanda
Indonesia juga mengadakan perundingan langsung dengan
Belanda. Berbagai perundingan yang pernah dilakukan untuk menyelesaikan konflik
Indonesia- Belanda antara lain :
Perundingan
Linggarjati.
Sejak tanggal 10 November 1946 di Linggarjati di Cirebon,
dilangsungkan perundingan antara Pemerintah RI dan komisi umum Belanda.
Perundingan di Linggarjati dihadiri oleh beberapa tokoh juru runding, antara lain
sebagai berikut: 1) Inggris, sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord
Killearn. 2) Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (Ketua), Mohammad Roem
(anggota), Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H. (anggota), Dr. A.K Gani (anggota). 3)
Belanda, diwakili Prof. Schermerhorn (Ketua), De Boer (anggota), dan Van Pool
(anggota). Perundingan di Linggarjati tersebut menghasilkan keputusan yang
disebut perjanjian Linggarjati. Berikut ini adalah isi Perjanjian Linggarjati.
- Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
- Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Serikat dengan nama RIS. Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur Besar. Pembentukan RIS akan diadakan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
- RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia- Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua.
Perjanjian Linggarjati ditandatangani oleh Belanda dan
Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947 dalam suatu upacara kenegaraan di Istana
Negara Jakarta.
Perjanjian Renville.
Pada tanggal 18 September 1947, Dewan Keamanan PBB membentuk sebuah Komisi Jasa
Baik. Komisi ini kemudian terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara. Anggota KTN terdiri dari Richard Kirby
(wakil Australia), Paul van Zeeland (wakil Belgia), dan Frank Graham (wakil
Amerika Serikat). Dalam pertemuannya pada tanggal 20 Oktober 1947, KTN
memutuskan bahwa tugas KTN di Indonesia adalah untuk membantu menyelesaikan sengketa
antara RI dan Belanda dengan cara damai. perundingan dilakukan di tempat yang
netral, yaitu di atas kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat “USS
Renville”. Oleh karena itu, perundingan tersebut dinamakan Perjanjian Renville.
Perjanjian Renville dimulai pada tanggal 8 Desember 1947. Hasil perundingan
Renville disepakati dan ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Perjanjian
Renville menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :
- Penghentian tembak-menembak.
- Daerah-daerah di belakang garis van Mook harus dikosongkan dari pasukan RI.
- Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya dengan melalui plebisit terlebih dahulu.
- Membentuk Uni Indonesia-Belanda. Negara Indonesia Serikat yang ada di dalamnya sederajat dengan Kerajaan Belanda.
Perjanjian ini semakin mempersulit posisi Indonesia karena
wilayah RI semakin sempit. Kesulitan itu bertambah setelah Belanda melakukan
blokade ekonomi terhadap Indonesia. Itulah sebabnya hasil Perjanjian Renville
mengundang reaksi keras, baik dari kalangan partai politik maupun TNI.
- Bagi kalangan partai politik, hasil perundingan itu memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi.
- Bagi TNI, hasil perundingan itu mengakibatkan harus ditinggalkannya sejumlah wilayah pertahanan yang telah susah payah dibangun.
Perjanjian Roem-Royen
(17 April - 7 Mei 1949)
Sejalan dengan perlawanan gerilya di Jawa dan Sumatra yang semakin meluas,
usaha-usaha di bidang diplomasi
berjalan terus. UNCI mengadakan perundingan
dengan pemimpin-pemimpin RI di Bangka.
Sementara itu, Dewan Keamanan PBB pada tanggal
23 Maret 1949 memerintahkan UNCI untuk membantu
pelaksanaan resolusi DK PBB pada tanggal
28 Januari 1949. UNCI berhasil
membawa Indonesia dan Belanda ke
meja perundingan. Pada tanggal 17 April 1949 dimulailah perundingan pendahuluan di Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Mohammad Roem. Delegasi Belanda dipimpin Dr. van Royen. Pertemuan dipimpin Merle Cohran dari UNCI yang berasal dari Amerika Serikat. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai persetujuan. Persetujuan itu dikenal dengan nama “Roem-Royen Statement”. Dalam perundingan ini, setiap delegasi
mengeluarkan pernyataan
sendiri-sendiri.
Pernyataan delegasi Indonesia antara lain sebagai berikut.
- Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta.
- Kesediaan mengadakan penghentian tembakmenembak.
- Kesediaan mengikuti Konferensi Meja Bundar setelah pengembalian Pemerintah RI ke Yogyakarta.
- Bersedia bekerja sama dalam memulihkan perdamaian dan tertib hukum.
Sedangkan pernyataan dari pihak Belanda adalah sebagai
berikut.
- Menghentikan gerakan militer dan membebaskan tahanan politik.
- Menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta.
- Menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian dari negara Indonesia Serikat.
- Berusaha menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar.
Konferensi
Inter-Indonesia
Sebelum Konferensi Meja Bundar berlangsung, dilakukan
pendekatan dan koordinasi dengan negara- negara bagian (BFO) terutama berkaitan
dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat. Konferensi Inter-Indonesia ini
penting untuk menciptakan kesamaan pandangan menghadapi Belanda dalam KMB.
Pembicaraan dalam Konferensi Inter-Indonesia hampir semuanya difokuskan pada
masalah pembentukan RIS, antara lain: masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS dan kerja sama
antara RIS dan Belanda dalam Perserikatan Uni. Hasil positif Konferensi
Inter-Indonesia adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini.
- Negara Indonesia Serikat yang nantinya akan dibentuk di Indonesia bernama Republik Indonesia Serikat (RIS).
- Bendera kebangsaan adalah Merah Putih.
- Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
- Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional.
- Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional.
- TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lain dengan syarat-syarat yang akan ditentukan lebih lanjut.
- Pertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri.
Kesepakatan tersebut mempunyai arti penting sebab perpecahan
yang telah dilakukan oleh Belanda sebelumnya, melalui bentuk-bentuk negara bagian
telah dihapuskan. Kesepakatan ini juga merupakan bekal yang sangat berharga
dalam menghadapi Belanda dalam perundingan-perundingan yang akan diadakan
kemudian.
Konferensi Meja
Bundar (23 Agustus 1949 - 2 November 1949)
Konferensi Meja Bundar (KMB) diadakan di Ridderzaal, Den
Haag, Belanda. Delegasi Republik Indonesia dipimpin Mohammad Hatta, Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid, Delegasi Kerajaan Belanda
dipimpin J. H. van Maarseveen, dan UNCI diketuai oleh Chritchley.
Konferensi Meja Bundar dipimpin oleh Perdana Menteri Belanda, W. Drees. Berikut
ini adalah beberapa hasil dari KMB di Den Haag:
- Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia sepenuhnya dan tanpa syarat kepada RIS.
- Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri atas Republik Indonesia dan 15 negara federal. Corak pemerintahan RIS diatus menurut konstitusi yang dibuat oleh delegasi RI dan BFO selama Konferensi Meja Bundar berlangsung.
- Melaksanakan penyerahan kedaulatan selambat- lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
- Masalah Irian Jaya akan diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
- Kerajaan Belanda dan RIS akan membentuk Uni Indonesia-Belanda. Uni ini merupakan badan konstitusi bersama untuk menyelesaikan kepentingan umum.
- Menarik mundur pasukan Belanda dari Indonesia dan membubarkan KNIL. Anggota KNIL boleh masuk ke dalam APRIS.
- RIS harus membayar segala utang Belanda yang diperbuatnya semenjak tahun 1942.
0 Response to "Perjuangan Diplomasi"
Post a Comment