Pemerintahan Hindia Belanda

Advertisement

Pemerintahan Hindia Belanda I
Kejayaan VOC ternyata tidak bertahan lama. Dalam perkembangannya VOC mengalami masalah yang besar, yakni kebangkrutan. Hal ini disebabkan oleh faktor internal dalam tubuh VOC itu sendiri maupun faktor eksternal di luar VOC yang menggerogoti keberadaan VOC. 
Adapun faktor internal yang menyebabkan kemerosotan VOC adalah:
  • Banyaknya pegawai VOC yang melakukan korupsi.
  • Sulitnya melakukan pengawasan terhadap daerah penguasaan VOC yang sangat luas.
Faktor eksternal yang menyebabkan kemerosotan VOC adalah:
  • Meletusnya revolusi Prancis menyebabkan Belanda jatuh ke tangan Prancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte.
  • Reaksi penentangan oleh rakyat Indonesia terhadap VOC dalam bentuk peperangan yang banyak menyedot pembiayaan dan tenaga. 
Keadaan yang kian parah dan mengkhawatirkan menyebabkan Belanda mengambil sikap, pada tangal 31 Desemnber 1799 VOC dibubarkan dan pemerintah kolonial di Indonesia mulai dkendalikan langsung oleh pemerintah kerajaan Belanda.

Pemerintahan Herman W. Daendels
Sejak Belanda jatuh ke tangan Prancis pada tahun 1795, Belanda diubah namanya menjadi republik Bataaf dan diperintah oleh Louis Napoleon, adik kaisar Napoleon Bonaparte.  Pada tanggal 1 Januari 1808 Louis Napoleon mengutus Herman W. Daendels ke Pulau Jawa. Daendels dibebani tugas mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, karena Inggis telah menguasai daerah kekuasaan VOC di Sumatra, Ambon, dan Banda. Sebagai gubernur jenderal, langkah-langkah yang ditempuh Daendels, antara lain:
  1. Meningkatkan jumlah tentara dengan jalan mengambil dari berbagai suku bangsa di Indonesia.
  2. Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
  3. Membangun pangkalan armada di Anyer dan Ujung Kulon.
  4. Membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan, sepanjang kurang lebih 1.100 km.
  5. Membangun benteng-benteng pertahanan.
Dalam rangka mewujudkan langkah-langkah tersebut Daendels menerapkan sistem kerja paksa (rodi). Selain menerapkan kerja paksa Daendels melakukan berbagai usaha untuk mengumpulkan dana dalam menghadapi Inggris. Langkah tersebut antara lain:
  1. Mengadakan penyerahan hasil bumi (contingenten).
  2. Memaksa rakyat-rakyat menjual hasil buminya kepada pemerintah Belanda dengan harga murah (verplichte leverantie).
  3. Melaksanakan Preanger Stelsel, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada rakyat Priangan untuk menanam kopi.
  4. Menjual tanah-tanah negara kepada pihak swasta asing
Daendels merupakan penguasa yang disiplin, tegas, dan kejam, sehingga dikenal sebagai gubernur jenderal yang bertangan besi. Hal tersebut mengakibatkan ia dipanggil pulang ke negerinya dan diganti Jenderal Jassens pada tahun 1811.

Pemerintahan Janssen (1811)
Jassens ternyata berbeda dengan Daendels, ia lemah dan kurang cakap. Pemerintah Jassens mewarisi situasi keamanan dan ekonomi yang sangat buruk dan dibayang-bayangi ancaman Inggris sewaktu-waktu. Pada bulan Agustus 1811 Inggris mendarat di Batavia dipimpin Lord Minto. Belanda melakukan perlawanan terhadap Inggris, tetapi tidak berhasil. Akibat serangan Inggris tersebut Belanda menyerah dan akhirnya menandatangani Kapitulasi Tuntang 11 September 1811.
Isi Perjanjian Tuntang adalah:
  • Seluruh kekuatan militer Belanda yang ada di kawasan Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris.
  • Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris.
  • Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris.
Akibat Kapitulasi Tuntang tersebut Indonesia jatuh ke tangan Inggris.

Pemerintahan Inggris di Indonesia (1811–1816)
Setelah Inggris berhasil menguasai Indonesia kemudian memerintahkan Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur di Indonesia dan memulai tugasnya pada tanggal 19 Oktober 1811. Kebijaksanaan Raffles selama memerintah di Indonesia:
a. Di bidang ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
  • Menghapus segala kebijakan Daendels, seperti contingenten/ pajak/penyerahan diganti dengan sistem sewa tanah (landrente).
  • Semua tanah dianggap milik negara, maka petani harus membayar pajak sebagai uang sewa. 
Namun upaya Raffles dalam penerapan sistem pajak tanah mengalami kegagalan karena:
  • Sulit menentukan besar kecilnya pajak bagi pemilik tanah, karena tidak semua rakyat mempunyai tanah yang sama.
  • Sulit menentukan luas sempitnya dan tingkat kesuburan tanah petani.
  • Keterbatasan pegawai-pegawai Raffles.
  • Masyarakat desa belum mengenal sistem uang.
b. Di bidang pemerintahan pengadilan dan sosial
Dalam bidang ini, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
  • Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan termasuk Jogjakarta dan Surakarta.
  • Masing-masing karesidenan mempunyai badan pengadilan.
  • Melarang perdagangan budak.
c. Di bidang ilmu pengetahuan
Dalam bidang pengetahuan, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
1) Mengundang ahli pengetahuan dari luar negeri untuk mengadakan berbagai penelitian ilmiah di Indonesia.
2) Raffles bersama Arnoldi berhasil menemukan bunga bangkai sebagai bunga raksasa dan terbesar di dunia. Bunga tersebut diberinya nama ilmiah Rafflesia Arnoldi.
3) Raffles menulis buku “History of Java” dan merintis pembangunan Kebun Raya Bogor sebagai kebun biologi yang mengoleksi berbagai jenis tanaman di Indonesia bahkan dari berbagai penjuru dunia. Rafflesia Arnoldi diambil dari nama Thomas Stanford Raffles dan asistennya Arnoldi.

Pemerintahan Raffles tidak berlangsung lama sebab Pemerintahan Napoleon di Prancis pada tahun 1814 jatuh. Akibat berakhirnya kekuasan Louis Napoleon 1814, maka diadakan Konferensi London. Isi Konferensi London antara lain:
  • Belanda memperoleh kembali daerah jajahannya yang dahulu direbut Inggris.
  • Penyerahan Indonesia oleh Inggris kepada Belanda berlangsung tahun 1816.
  • Jhon Fendall diberi tugas oleh pemerintah Inggris untuk menyerahkan kembali Indonesia kepada Belanda.
Sejak saat itu terjadi perubahan kekuasaan di Indonesia dari tangan Inggris ke tangan Belanda.

Pemerintahan Hindia Belanda II
Setelah Indonesia kembali di bawah pemerintah kolonial Belanda, pemerintah Belanda berusaha mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membayar hutanghutang Belanda yang cukup besar selama perang. Keadaan ini berdampak kebijakan di Indonesia sebagai tanah jajahan juga silih berganti mengikuti kebijakan yang ada di Belanda. Kebijakan-kebijakan tersebut adalah sebagai berikut

Pada tahun 1830 mulai diterapkan Cultuurstelsel ( Tanam Paksa ). 
Sistem Tanam Paksa adalah kebijakan Gubernur Jendral Van den Bosh yang mewajibkan para petani Jawa untuk menanam tanaman-tanaman yang dapat diekspor ke pasaran dunia. Jenis tanaman itu antara lain kopi, tebu, tembakau, nila. Ciri utama dari sistem Tanam Paksa adalah mewajibkan rakyat di Jawa untuk membayar pajak dalam bentuk barang dengan hasil-hasil pertanian yang mereka tanam.
Aturan sistem tanam paksa
  1. Setiap penduduk wajib menyerahkan seperlima dari lahan garapannya untuk ditanami tanaman wajib yang berkualitas ekspor.
  2. Tanah yang disediakan untuk tanah wajib dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
  3. Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah kolonial. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat.
  4. Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi atau kurang lebih 3 bulan.
  5. Mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari atau seperlima tahun di perkebunan pemerintah.
  6. Jika terjadi kerusakan atau kegagalan panen menjadi tanggung jawab pemerintah (jika bukan akibat kesalahan petani).
  7. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada kepala desa.
Pelaksanaan tanam paksa
Dalam kenyataannya, pelaksanaan cultur stelsel banyak terjadi penyimpangan, sehingga menyengsarakan rakyat Indonesia. Penyimpangan tersebut antara lain :
  1. Jatah tanah untuk tanaman ekspor melebihi seperlima tanah garapan, apalagi tanahnya subur.
  2. Rakyat lebih banyak mencurahkan perhatian, tenaga, dan waktunya untuk tanaman ekspor, sehingga banyak tidak sempat mengerjakan sawah dan ladang sendiri.
  3. Rakyat tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi 1/5 tahun.
  4. Waktu pelaksanaan tanaman ternyata melebihi waktu tanam padi (tiga bulan) sebab tanaman-tanaman perkebunan memerlukan perawatan yang terus-menerus.
  5. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat ternyata tidak dikembalikan kepada rakyat.
  6. Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab rakyat/petani.
Akibat tanam paksa
Denghan adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut tanam paksa menimbulkan akibat sebagai berikut :
Bagi Belanda
Bagi Belanda tanam paksa membawa keuntungan melimpah, di antaranya:
  • Kas Belanda menjadi surplus (berlebihan).
  • Belanda bebas dari kesulitan keuangan.
Bagi Indonesia
Akibat adanya penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan tanam paksa, maka membawa akibat yang memberatkan rakyat Indonesia, yaitu:
  • Banyak tanah yang terbengkalai, sehingga panen gagal.
  • Rakyat makin menderita.
  • Wabah penyakit merajalela.
  • Bahaya kelaparan yang melanda Cirebon
  • Kelaparan hebat di Grobogan
Penentangan tanam paksa
Tanam paksa yang diterapkan Belanda di Indonesia ternyata mengakibatkan aksi penentangan. Orang atau golongan yang menentang tanam paksa terdiri dari:
Golongan pendeta  menentang atas dasar kemanusiaan. Adapun tokoh yang mempelopori penentangan ini adalah Baron Van Hovel.
Golongan liberal Golongan liberal terdiri dari pengusaha dan pedagang, diantaranya: 
  • Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli yang menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar. 
  • Frans Van de Pute dengan mengarang buku berjudul Suiker Constracten (Kontrak Kerja).
Akibat penentangan dari berbagai pihak di Belanda akhirnya pemerintah Belanda menghapus tanam paksa secara bertahap:
  • Tahun 1860 tanam paksa lada dihapus.
  • Tahun 1865 tanam paksa nila dan teh dihapus.
  • Tahun 1870 tanam paksa semua jenis tanaman dihapus
Undang-Undang Agraria
Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria tahun 1870 (Agrarische Wet 1870) yang berisi pokok-pokok aturan sebagai berikut.
  • Gubernur jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah.
  • Gubernur jenderal dapat menyewakan tanah menurut ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
  • Tanah-tanah diberikan dengan hak penguasaan selama waktu tidak lebih dari 75 tahun sesuai ketentuan.
  • Gubernur jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah yang dibuka oleh rakyat.
Tujuan pemberlakuan Undang-Undang Agraria adalah:
  • Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasaan pemodal asing.
  • Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia.
  • Membuka kesempatan kerja kepada penduduk Indonesia terutama di bidang buruh perkebunan.
Pengaruh positif pemberlakuan Undang-Undang Agraria adalah:
  • Rakyat Indonesia diperkenalkan kepada pentingnya peranan lalu lintas uang (modal) dalam kehidupan ekonomi.
  • Tumbuhnya perkebunan-perkebunan besar meningkatkan jumlah produksi tanaman ekspor jauh melebihi produksi semasa berlakunya sistem tanam paksa, sehingga Indonesia mampu menjadi penghasil kina terbesar nomor 1 di dunia.
  • Rakyat Indonesia merasakan manfaat sarana irigasi dan transportasi yang dibangun pihak perkebunan.

2 Responses to "Pemerintahan Hindia Belanda"

  1. Hemmm... menarik sekali. Jadi ada tokoh yang berperan penting di sini, daendles, rafles, dan Jansen.

    ReplyDelete