Pemilu 1955

Advertisement
Pemilihan Umum (Pemilu) yang pertama dilaksanakan pada tahun 1955. Pemilu 1955 dilaksanakan dua tahap, yaitu tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota-anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggotaanggota Konstituante. Pemilu dilaksanakan dalam suasana kehidupan politik yang demokratis.

Berdasarkan UUDS 1950, maka kehidupan politik di wilayah NKRI didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi liberal. Artinya, setiap partai politik dan perorangan pun harus diberi kebebasan untuk mengikuti Pemilu. Oleh karena itu, penetuan peserta Pemilu tanpa adanya verifikasi seperti sekarang.

1. Perkembangan Kepartaian
Partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang terdiri dari orang-orang yang memiliki pandangan, nilai-nilai, orientasi, dan cita-cita yang sama. Tujuan pembentukkan partai politik adalah untuk merebut, memperoleh, dan/atau mempertahankan kekuasaan. Jadi, lahirnya kepartaian berkaitan erat dengan kekuasaan dalam suatu negara atau pemerintahan.

Perkembangan kepartaian di Indonesia telah dimulai pada masa Pergerakan Nasional. Pembentukkan partai politik dipelopori para mahasiswa STOVIA di Jakarta. Sejak Budi Utomo berdiri pada tahun 1908, kemudian lahir partai-partai politik dengan tujuan yang berbeda satu sama lainnya.

Salah satu kendala yang dihadapai partai politik pada waktu itu untuk mendapatkan badan hukum dari pemerintah Hindia Belanda. Mengapa? Belanda sangat khawatir terhadap berdirinya partai politik yang akan menjadi alat perjuangan rakyat. Pada tahun 1912, Sarekat Islam gagal mendapatkan badan hukum, apalagi Indiche Partij yang dibubarkan pada tahun berdirinya.

Apabila dilihat dari sisi perjuangannya, partai-partai politik pada masa Pergerakan Nasional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
  • Partai yang bersifat radikal, seperti SI, PNI, PI, IP, dan PKI. Partai-partai ini tidak bersedia bekerja sama dengan Pemerintah Hindi Belanda dan mereka menolak duduk dalam Dewan Rakyat (Volksraad).
  • Partai yang bersifat moderat, seperti BU, Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), Parindra, Gerindo, dan Gapi. Mereka bersedia bekerja sama dengan Pemerintah Hindia Belanda dan bersedia duduk dalam Dewan Rakyat (Volksraad).
Dilihat dari segi ideologi, partai-partai itu dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, seperti:
  • Agama (SI, SDI, PSII, Masyumi, Partai Katholik,),
  • Nasionalis (BU, PNI, PBI, Parindra, IP, Gerindo, Gapi), dan
  • Sosialis Marxis (ISDV, Partai Buruh Indonesia, dan PKI).
Pada masa pendudukan Jepang, semua partai politik dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Semua kekuatan harus ditujukan untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya. Jepang hanya mengizinkan organisasi sosial keagamaan seperti Majelis Islamiah Ala Indonesia (MIAI). Ormas ini kelak berubah menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), salah satu partai politik terbesar berdasarkan hasil Pemilu 1955.

Pasca kemerdekaan, Pemerintah RI memerlukan lembaga DPR/MPR sebagai cermin wakil rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945. Untuk itu, melalui Maklumat Pemerintah 3 Nopember 1945, pemerintah menghargai lahirnya partai politik sebagai bagian dari pembentukan DPR/MPR. Sejak saat itu, berdirilah partai-partai politik bagaikan jamur di musim penghujan. Adapun partai-partai politik yang lahir pasca kemerdekaan adalah:
  1. Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang didirikan oleh dr. Sukiman pada tanggal 7 Nopember 1945.
  2. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dipimpin oleh Moh. Jusuf sejak tanggal 7 Nopember 1945.
  3. Partai Buruh Indonesia (PBI) yang dipimpin oleh Nyono dan didirikan pada tanggal 8 Nopember 1945.
  4. Partai Rakyat Jelata yang dipimpin oleh Sutan Dewanis dan didirikan pada tanggal 8 Nopember 1945.
  5. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) yang dipinpim oleh Ds Probowinoto dan didirikan pada tanggal 10 Nopember 1945.
  6. Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dipinpim oleh Mr. Amir Syarifuddin dan didirikan pada tanggal 10 Nopember 1945.
  7. Partai Rakyat Sosialis (PRS) yang dipinpim oleh Sutan Syahrir dan didirikan pada tanggal 20 Nopember 1945.
  8. Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI) yang dipinpim oleh I.J. Kasimo dan didirikan pada tanggal 8 Nopember 1945.
  9. Partai Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) yang dipinpim oleh J.B. Assa dan didirikan pada tanggal 17 Nopember 1945.
  10. Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dipinpim oleh Didik Joyosukarto sejak 29 Januari 1946.

2. Pelaksanaan Pemilu
Beberapa kabinet yang memerintah pada masa demokrasi liberal telah menetapkan Pemilu sebagai salah satu program kabinetnya. Pelaksanaan Pemilu 1955 merupakan konsekuensi dari sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Pada waktu itu, sebagian partai politik belum berfungsi sebagai penyalur aspirasi rakyat karena lebih mementingkan para pemimpinnya.

Kenyataan itu mengakibatkan kehidupan politik tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Kepincangan terjadi di sana sini sehingga rakyat menjadi frustasi dan menuntut agar segera dilaksanakan Pemilihan Umum.

Persiapan pelaksanaan Pemilu telah dimulai pada masa pemerintahan Kabinet Ali-Wongso. Sedangkan pelaksanaannya dilakukan pada masa pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap. Pemilu dilaksanakan dua tahap, yaitu:
  • Tahap pertama pada tanggal 29 September 1955 dengan tujuan untuk memilih para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Majelis Rendah.
  • Tahap kedua pada tanggal 15 Desember 1955 dengan tujuan untuk memilih para anggota Konstituante atau Majelis Tinggi.
Dalam pelaksanaannya, Indonesia dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 Kabupaten, 2.139 Kecamatan, dan 43.429 Desa. Pemilih yang datang untuk memberikan suara berjumlah 37.875.299 orang. DPR hasil pemilihan umum beranggotakan 272 orang, yaitu dengan perhitungan bahwa satu orang anggota DPR mewakili 140.000 orang penduduk, sedangkan anggota Konstituante berjumlah 542 orang.

Pemilu tersebut dinilai berlangsung secara tertib dan aman. Oleh karena itu, para pengamat dari luar yang datang ke Indonesia menyatakan bahwa pemerintah Indonesia telah berhasil menyelenggarakan dan melaksanakan Pemilu dengan baik. Sayangnya, Pemilu 1955 tersebut belum menghasilkan sebuah kemenangan mutlak bagi sebuah partai politik.

Hal itu memang sulit karena peserta Pemilu sangat banyak jumlahnya, yaitu 28 kontenstan. Dari hasil perhitungan suara telah muncul empat partai besar, yaitu PNI (57 kursi), Masyumi (57 kursi), NU (45 kursi), dan PKI (28 kursi).

Pemilu yang diikuti banyak partai sangat baik karena dapat menjamin pesta demokrasi yang bear-benar demokratis karena setiap orang memiliki pilihan yang cukup banyak. Artinya, masing-masing orang yang memiliki hak suara dapat menentukan partai yang paling sesuai ideologinya.

Namun dilihat dari sisi hasilnya, pemilu 1955 yang diikuti banyak partai biasanya kurang menguntungkan usaha setiap partai politik untuk memperoleh suara mayoritas sangat sulit tercapai. Keadaan ini biasanya akan melahirkan pemerintahan yang lemah. Hal ini terbukti, ketika Konstituante gagal menyusun Rancangan Undang-Undang Dasar untuk menggantikan UUDS 1950.

0 Response to "Pemilu 1955"

Post a Comment