Peran Dunia Internasional dalam Konflik Indonesia – Belanda

Advertisement
Banyak peran dunia internasional dalam konflik Indonesia - Belanda, salah satunya adalah Inggris. Upaya Inggris untuk mendamaikan Indonesia dan Belanda diawali dengan mempertemukan pihak Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 17 November 1945 dan bertempat di Markas Besar Tentara Inggris di Jakarta, untuk kali pertama diadakan pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia, Belanda, dan Sekutu.

Pihak Sekutu diwakili oleh Letnan Jenderal Christison, pihak Belanda oleh Dr. H.J. van Mook selaku Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, sedangkan delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir.

Tujuan Inggris mengadakan pertemuan tersebut adalah untuk mempertemukan pihak Indonesia dan Belanda dan menjelaskan maksud kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia. Akan tetapi, pertemuan ini berakhir tanpa hasil apa pun. Setelah perundingan di Jakarta gagal, Inggris kemudian mengadakan perundingan di Hooge Veluwe (Belanda). Seperti pada pertemuan sebelumnya, perundingan di Hooge Veluwe pun mengalami jalan buntu.

Pihak Inggris kemudian menawarkan jasa baiknya dengan mengutus Lord Killearn untuk menjadi penengah. Ia berhasil mempertemukan Indonesia dan Belanda dalam perundingan di Linggarjati. Meskipun Persetujuan Linggarjati telah ditandatangani, hubungan Indonesia - Belanda tetap tidak bertambah baik. Bahkan Belanda melakukan aksi militer yang disebut Agresi Militer Belanda I.

Aksi militer yang dilakukan Belanda merupakan suatu ancaman bagi perdamaian dunia. Oleh karena itu PBB mengeluarkan resolusi yang kemudian ditindaklanjuti dengan dibentuknya badan arbitrase yang bernama Komisi Tiga Negara (KTN). Berkat usaha KTN, pemerintah RI dan Belanda mengadakan perundingan di atas Kapal Renville milik Amerika Serikat. 

Akhir dari Perundingan Renville sama dengan Perundingan Linggarjati, yaitu Belanda melaksanakan
aksi militer keduanya yang disebut Agresi Militer Belanda II. Menanggapi aksi Belanda tersebut, PBB mengeluarkan resolusi dan membentuk UNCI. Sebagai tindak lanjut dari resolusi PBB ini, maka Belanda mulai mengadakan pendekatan-pendekatan politis. 

Perdana Menteri Belanda Dr. Dress mengundang Prof. Dr. Soepomo untuk berunding. Pertemuan serupa juga dilakukan oleh BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) yang terdiri atas Mr. Djumhana, dr. Ateng, Presiden Soekarno, dan Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta. BFO dan Indonesia sering mengadakan perundingan bersama untuk menghadapi perundingan-perundingan dengan Belanda.

Salah satu bukti dekatnya hubungan Indonesia dan BFO adalah adanya rekonsiliasi (kerukunan kembali) antara RI dan BFO yang pada akhirnya menghasilkan kesepakatan bersama untuk membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) beserta kelengkapannya seperti APRIS.

Berdasarkan petunjuk dari Dewan Keamanan PBB, maka pada tanggal 14 April 1949 atas inisiatif komisi PBB untuk Indonesia diadakan perundingan antara RI - Belanda. Salah satu kesepakatan dalam perundingan ini adalah rencana untuk menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB). Dalam KMB tersebut, Belanda akan menyerahkan kedaulatan atas Hindia Belanda kepada Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh.

0 Response to "Peran Dunia Internasional dalam Konflik Indonesia – Belanda"

Post a Comment